Chereads / INDIGO / Chapter 5 - #Tiga Dunia

Chapter 5 - #Tiga Dunia

Yang kalian bicarakan dan ketahui, biasanya belum tentu itu pasti. Bahwa sebenarnya itu jauh dari "Pasti"

==========

Sesampainya dirumah, aku langsung menuju ke dapur untuk memastikan apakah ayah atau ibu berada disana.

Dan nihil tidak ada disana. Hmmm. Kemana mereka, biasanya jam segini pasti ada dirumah.

Awan, aku juga belum melihatnya disini. Sedang kemana dia, tumben gak langsung nongol.

Hmmm. Jangan di bahas dulu kalau tentang awan. Heheheh.

Kumenuju dapur untuk mengambil makan siangku. Hmmm. Hari ini pakai tempe sama sambel terong, ibu tahu saja kesukaanku. Ya begitulah salah satu makanan favorite ku. Yang selalu setia menemani.

Kududuk sambil menikmati makan siangku hari ini.

"Jadi begini.."

Aku terkejut bukan main, tiba-tiba Awan sudah muncul disampingku. πŸ™….

Aku memutar bola mataku dan menghembuskan nafas dengan keras. Sengaja.😀.

"Lain kali datang langsung di depanku, dan beri senyuman dulu baru kamu bicara."

Sambil aku melanjutkan makananku.

"Iya iya."

Kupandangi lagi ke arahnya. Dan baru kali ini aku benar-benar melihatnya. Ya memang tidak semirip dengan manusia pada biasanya.

Hmmm. Kudiam sejenak, dan Semua kulit badannya pucat. Hmmm. Ehh kamu belum tahu ya seperti apa dia. πŸ˜‚. Okay. Well.

Dia mempunyai potongan rambut yang rapi, ya bisa dibilang seperti Steven William. Ingat ya cuma potongan rambutnya saja. Dia Memakai kaos lengan pendek warna Biru muda. Celana selutut warna hitam. Dan aku rasa ini adalah baju saat dia masih kecil. Karena bajunya model baju bayi. Tetapi ini dalam ukuran besar, Sebesar badanya. Badanya ideal. Tinggi yang jelas lebih tinggi dia dari pada aku. Hmmm. Kira-kira 170 cm, aku rasa.πŸ˜‚.

Dan ada seperti bekas memar di bagian leher belakangnya. Catatan untuk diri sendiri, tanyakan akan hal itu.

"Kenapa?"

"Hmmm..tidak tidak, aku cuma mencoba melihatmu dengan dekat. Hmmm. Ok lanjutkan, aku dengarkan."

Kuminta dia untuk melanjutkan sesi di perpus yang sempat tertunda.

"Jadi begini, aku tidak tahu berapa lama lagi aku bisa sembunyi di dunia ini sekarang. Ya kita menyembutnya dunia "Antara". Dunia bagi para mereka yang belum tenang jiwanya, karena masih ada sesuatu yang tertinggal atau sesuatu yang belum bisa mereka selesaikan. Dan ada yang namanya "Para Pencari", dia adalah salah satu yang memutuskan kita akan di bawa kemana nantinya. Karena hanya ada Tiga pilihan dikehidupan setelah dari Dunia "Antara".

Yang pertama adalah "Dunia Kesengsaraan", dimana disaat kita berada disana. Yang ada hanyalah sebuah Penderitaan yang tiada akhir dan hentinya."

Kali ini aku makan dengan perlahan, dan mendengarkan secara serius.

"Yang Kedua adalah "Dunia Baru", mereka menyebutnya seperti itu. Di dunia yang kedua ini, adalah sebuah kesempatan untuk menebus sebuah dosa atau menebus sesuatu yang memang harus di jalankan kembali. Bisa di bilang seperti Reinkarnasi, kehidupan baru bagi mereka yang terpilih. Dan yang terakhir adalah "Dunia Kebahagian", banyak sekali yang menginginkan kehidupan disana. Dan seharunya sejak dulu aku berada disana, karena aku tiada di saat aku masih bayi. Karena disana disaat bayi di bawah 7 th meninggal sudah pasti mereka mendapatkan tempatnya disana. Tapi aku menolaknya dan memilih untuk menunggumu."

Kumelihatnya seperti senang melihatku sekarang. Sangat senang dan tentram. Aku salah menilainya. Aku janji tidak akan mengecewakanmu Awan.

"Disana tidak ada sebuah kebencian, petengkaran, atau apapun yang berbau negative. Disana yang bisa di dapatkan adalah Kebahagian Sebenarnya atau Kebahagian Abadi yang di inginkan kebanyakan dari kita yang berada di "Antara"."

Mataku tidak bisa berkedip dan mulutku terbuka, mendengarkan apa yang dia ceritakan. Aku dengan sangat bisa menggambarkan dan membayangkan apa yang dia ceritakan barusan. Disaat dia cerita seolah aku ditarik dan diajak Awan masuk kedalam sana dan berjalan-jalan di setiap "Ketiga Dunia" yang dia sebutkan. Aku dengan sangat jelas bisa melihatnya. 😨.

"Nak, heiii, nak"

Aku tersadar ketika ibu memanggilku dan menggoyangkan bahuku. Kumenoleh samping kanan dan kiri. Dan memastikan lagi bahwa aku sudah kembali lagi dalam keadaan normalku.

"Hmm, iya. Ibu memanggilku?"

"Iya, sudah banyak kali ibu manggil. Kamu hanya diam dan ngelamun".

Hmmm. Apakah aku harus cerita kepada ibu tentang Awan?. Aku bingung sekarang. Dan kuputuskan untuk bertanya kepada Awan melalui pikiranku.

"Awan, apakah Ibu bisa melihatmu"

"Tidak. Dia tidak bisa melihatku. Ayahpun juga tidak bisa melihatku"

"Mengapa demikian?"

Aku bertanya kembali kepadanya. Sedangkan ibu dengan bingung melihatku dan menyenggol bahuku lagi, seraya mengingatkan agar tidak melamun lagi.

"Aku sengaja melakukannya, aku tidak mau mereka tahu bahwa aku masih berada disini, hanya untuk menunggumu. Pasti mereka akan sedih, karena melihatku"

Dia berhenti berbicara dan tertunduk. Aku bisa merasakan seperti apa perasaannya sekarang.

Hmmm. Jadi kuurungkan niatanku untuk bertanya tentang Awan kepada mereka. Biarlah hanya aku saja yang tahu tentang Awan.

Tanpa ku menjawab, aku hanya tersenyum kepadanya.

"Ibu, ayah dimana?"

"Tadi, dia bilang mau ambil bambu buat apa gak tahu Ibu."

"Owhh, ya udah bu. Aku pergi kekamar dulu ya mau ganti"

Ibuku memberikan senyuman dengan sebuah isyarat yang mengatakan "Iya".

***

"Wan, seperti apa "Para Pencari" itu"

Seketika itu Awan, langsung melihat keliling memastikan bahwa dia seperti sedang ketakutan akam sesuatu.

"Jangan pernah mengatakannya, dia akan datang disaat orang sepertimu yang mengatakannya. Karena disaat kamu mengatakannya seolah kamu memanggilnya"

Aku langsung menutup mulutku dengan keduda tanganku. 😨.

Benarkah. Jadi horor nih.

"Memang seperti apa mereka?"

"Mereka, memakai baju serba hitam, panjang dan seperti kepala jacket menutupi wajahnya. Dan jikalau kamu membayangkan seperti para penyihir di televisi, percaya padaku bahwa mereka jauh lebih menakutkan dari pada yang kamu lihat. Setiap mereka datang pasti hawa sudah berbeda, mungkin kamu tidak akan bisa melihatnya. Dan disaat kita tertangkap maka tamatlah kita. Dan sembunyi itu jauh lebih sulit dari seperti apa yang kamu pikirkan dan bayangkan."

"Dan selama ini, selama 13 th lamanya dimana kamu bersembunyi?"

Dia hanya terdiam, dan seperti tidak mau menjawabnya.

"Awan?"

Dia masih diam dan kemudian dia meghilang.

"Awann. Awannn"

Kumemanggilnya tetapi dia sudah pergi. Kadang aku kesal disaat dia melakukan hal seperti itu. Main hilang dan muncul sesukanya.

Atau aku yang sudah membuatnya, merasa tertekan karena pertanyaanku tadi?"πŸ™ˆ.

Ahhh. Sudahlah. Kuputuskan untuk bermain bola kali ini. Untuk lapangan bola memang cukup dekat dari rumahku. Hanya dengan berjalan tidak sampai 5 menit sudah sampai disana.

Kumelihat sudah banyak anak yang bermain disini.

Ya kalau memang sore begini banyak anak-anak seumuranku yang bermain bola disini. Terkadang sampai Maghrib baru selesai.

Aku lebih suka menonton terlebih dahulu baru ikut main, setelah mereka selesai satu pertandingan.

Disini ada sebuah pertigaan jalan besar dan jalan kecil.

Baru saja aku mau berdiri dan masuk dalam babak yang kedua. Aku mendengar suara tangisan.

Kumelihat sekeliling dan tiada kutemukan seseorang yang menangis.

Kupastikan lagi kepada temanku. Kalau dia dengar maka memang ada yang menangis, kalau tidak. Hmmm. Mulai nih. πŸ˜–πŸ˜–πŸ˜–.

"Van, kamu dengar ada suara orang yang nangis gak?, di area lapangan sini."

Dia hanya memandangku dengan satu alis terangkat dan sambil menggelengkan kepalanya.

Hmmm. Yeahh, berhasilah kau. Membuat identitasmu sebagai orang aneh, diketahui oleh stu temanmu lagi. 😞.

Ku melihat sekeliling untuk memastikan lagi. Karena suara itu masih ada ditelingaku. Ku berjalan di pinggir lapangan tepatnya dimana suara itu muncul.

Aku rasa ini berasal dari parit atau got kecil yang berada di ujung lapangan. Tepatnya di pinggir dari pertigaan jalan.

Kuberjalan lebih dekat, dan tangisan itu mulai menusuk ke dalam kepalaku.

Dan setelah kudekati lagi.

Kumelihat dengan sangat jelas. Ada seorang perempuan keluar merangkak dari got dengan tangan kanan yang patah, terlihat tulang yang muncul di lengannya. Dia berlumuran darah.

Kepalanya hancur disebelah kanan. Dia melihat ku dengan satu mata sebelah kirinya yang masih menempel di kepalanya..

Aku bisa melihatnya mengesot dari got menuju kepermukaan. Dengan bantuan tangan kirinya yang masih utuh. Dia mencoba merayap dengan sekuat tenaganya. Aku masih terdiam dan terpaku melihatnya.

Bajunya compang-camping tidak jelas. Aku rasa dia dia salah satu korban kecelakaan. Dia tetap melanjutkan mengesot ke arahku dan semakin dekat.

Aku mundur perlahan. Dan dia semakin dekat menghampiriku. Otaknya yang terburai berjatuhan di setiap dia mengesot.

Kupercepat jalanku dan dia masih mengesot mengejarku.

Sambil mengucapkan sebuah kalimat.

"Tolong aku... tolong aku, tolong aku"

Isakkan itu terus terucap darinya yang masih terjaga untuk tetap ngesot kearahku. Kumundur semakin cepat dan terjatuh, tersandung oleh bola yang baru saja menggelinding dan mengenai kakiku.

Dia semakin mendekat kepadaku

Aku tidak peduli sekarang. Orang berkata apa, itu nanti aku pikirkan. Kututupi telingaku dengan Kedua tanganku. Dan aku berteriak sekuat mungkin, meminta agar seseorang mebawaku pergi dari lapangan ini.

"TIDAKKKK!!! TOLONGGGG AKUUUU!!!!"

"SIAPAPUNNNN!!!!!!!TOLONGGGG AKUUUUU!!!"

==========

Siapa dia?, mengapa dia mengampiriku?. Mengapa aku bisa melihatnya dengan yang seperti itu. Bentuknya, Darah!!!.