Chereads / INDIGO / Chapter 4 - #Aku Tidak Sendiri

Chapter 4 - #Aku Tidak Sendiri

Melakukan yang tidak biasa di lakukan.

Menyukai yang tidak biasa disukai.

Menerima yang tidak biasa diterima.

(POSITIVE THINKING)

==========

"Apa!!! 13 th?"

Masih teringat kejadian kemarin. Kejadian yang tidak bisa kuhilangkan dari benakku.

Dan yang semakin membuatku bingung.

Awan, adalah kakakku yang sudah meninggal pada umurnya yang baru 7 hari.

Aku berbicara dengan kakakku yang sudah meninggal???. Yang benar saja. Ayah dan Ibu pun tidak pernah membahas namanya satu kali pun.

Dan malah aku sendiri yang mengetahuinya. Dan dari pengakuan Awan sendiri.

Aku belum menceritakan hal ini kepada mereka. Karena aku masih ingin sendiri sejak kemarin. Aku masih belum bisa menerima semua ini. Masih sulit untukku beradaptasi.

Pelajaran hari ini Agama. Hmmm. Mungkin aku bisa menanyakan kepada guru agama.

Baru saja kemarin, sekarang penglihatanku semakin memburuk bagiku. Semua kulihat seperti sama, antara temanku dan mereka yang tidak terlihat oleh temanku. Hampir tidak ada bedanya.

Di pojokkan kelas, di pintu, di pohon beringin pinggir lapangan, jendela dan di sekitar banyak temanku. Mereka melakukan kesibukkan mereka masing-masing. Hanya satu yang mengalihkan perhatianku dari mereka.

Ya, Indah datang menghampiriku. Tersenyum dari kejauhan berlari ketempatku sekarang. Aku sedang duduk di teras kelasku.

"Hiii"

Aku menyapanya ketika dia datang dan duduk di samping kananku. Aku sedang sendiri sekarang, jadi aku bisa leluasa bertingkah aneh. Hmmmm. Aneh berlebihan rasanya. Hmmm. Jadi aku lebih leluasa untuk mengajaknya ngobrol.

"Dimana ayahmu?"

Dia menoleh saat aku bertanya kepadanya. Rasanya seperti damai melihatnya tersenyum ringan.

Dia menunjuk keberadaan ayahnya yang sedang duduk di depan kelas, di sebelah meja guru.

"Hmmm, apakah kau mau bertanya kepadaku?"

Aku bertanya kepadanya, karena aku kehabisan kata. Hmmm. Aku juga bingung sebenarnya kalau mau bertanya padanya. Seperti apakah dia makan?, apakah mereka juga mandi?. Huhhh tapi itu pertanyaan konyol jika aku tanyakan kepadanya.

"Aku suka padamu"

"Wahhh, benarkah Indah?. Apa yang membuatmu suka kepadaku?"

"Kamu baik"

"Hmmm. Itu pasti. Hehehe, banyak temanku yang tidak menyukaiku. Aku beruntung kamu menyukaiku, setidaknya aku memiliki seorang teman."

Dia hanya membalasku dengan senyuman manjanya. Hmmm, aku senang dia menerimaku. Hmmm. Apakah aku bisa memegang dia?. Itu belum kucoba sih. Memegang atau menyentuhnya.

Tapi kali ini akan ku coba dan kuberanikan diri. Untuk menyentuhnya.

"Indah, bolehkan aku menyentuh tanganmu?"

Dia hanya menganggukkan kepalanya.

Kumendekatkan jari telunjukku dengan jari telunjuknya. Dia terlihat penasaran juga sepertinya.

"Awww"

Aku berteriak, sehingga membuat Indah terkaget dan langsung berlari munuju ke ayahnya.

Aku berteriak karena ada seperti sengatan listrik di saat kami bersentuhan.

Kumelihatnya bersembunyi di balik ayahnya. Kuhampiri dan aku tersenyum padanya.

"Hei, maaf ya bikin kamu kaget. Aku gak papa kok. Kamu gak papa kan?"

Dia tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Rasanya dia masih polos sekali.

Setelah itu kuputuskan untuk pergi kekantin. Mencari makanan ringan buat siang ini, sebelum pelajaran agama di mulai.

"Masak aku tadi lihat dia sedang ngomong sendirian di depan kelas, aneh banget tahu"

"Siapa, Sin?"

"Itu, anak aneh disamping kanan pojok. Yang duduk sendirian itu"

Aku mendengar perbincangan dua anak di kepalaku. Dia sedang membicarakanaku. Aku hanya diam, tapi salah satu anak tadi menyebutnya Sin. Apakah yang dimaksud Sintha anak 7B.

Tunggu... apakah aku juga bisa dengar yang di katakan manusia, di dalam kepalaku?.

Tidak mungkin.

Tapi jarak tempat dudukku dengannya, lumayan jauh.

10 meteran. Yang jelas mereka tidak berteriak tadi, mereka hanya berbisik-bisik. Tapi aku bisa mendengarnya.

Aku menoleh ke arah mereka, yang sedang duduk di pojok kiri ruangan kantin. Tak sengaja disaat aku menoleh mereka pun juga sedang melihatku. Ku melihat Sintha yang sedang minum Es jeruknya tiba-tiba, terjatuh ke lantai. Aku tidak tahu, apakah dia sengaja melepasnya atau memang benar-benar terlepas dari tangannya. Atau dia terkejut???... ahhh taulah.. aku berbalik kembali pada makananku.

"Laras, laras,,, ayo cepat pergi. Aku rasa dia tahu apa yang kita bicarakan. Gawat ini."

"Iya, ayokk. Terbukti aneh 100% dia"

Aku mendengarnya lagi, dan kali ini aku melihat mereka berdua pergi meninggalkan kantin dengan terburu-buru.

"Sudahlah, jangan dipikirkan. Mereka adalah salah satu dari sedikit orang yang tidak mengerti betapa istimewanya dirimu"

Hmmm. Aku sudah tahu ini siapa. Hampir seharian aku dikamar bersamanya kemarin.

"Hmmm"

Aku cuma menjawabnya singkat. Dan juga males, karena aku sedang tidak mood.

"Aku akan selalu ada untuk kamu, aku akan menjadi kakak yang terbaik untukmu. Meskipun didunia nyata aku tiada, dengan seperti ini setidaknya aku bisa membantumu dan menemanimu."

"Aku muak dengan semua ini!"

Aku mengeluarkan suara yang lumayan kencang. Sampai perhatian anak-anak yang berada di kantin, langsung fokus kearahku. Tanpa pikir panjang aku berdiri dan meninggalkan tempat. Karena aku sudah tahu apa yang ada di pikiran mereka, dan ucapan apa yang akan keluar dari mulut mereka.

Sampai kapan, ini terus berlangsung. Apa yang harus kulakukan untuk menghentikan semua ini. Kumeninggalkan Awan dan aku menuju ke perpustakaan, dengan rasa kesal dan marah.

"Uhhhhhh"

Baru saja ku membuka pintu perpus. Aku sudah disambut lagi oleh Awan. Aku tidak menghiraukan dia, dan aku langsung mencari tempat duduk di paling pojok ruangan ini. Perpustakaan ini tidak begitu lebar, jadi jalanku melambat disaat aku harus melewati berberapa meja dan kursi yang penuh disini.

"Hei, kamu mau baca buku?"

Belum juga aku duduk, Awan sudah datang lagi dari rak yang berada di samping kanan-kiriku. Mentang-mentang bisa tembus sana sini, sukanya main nyelonong saja. Dengan jengkel aku duduk langsung di kursi yang berada di samping kiriku.

Tanpa menjawab pertanyaan darinya.

"Aku tahu, perasaanmu saat ini. Rasa aneh, rasa tidak terima, rasa sendirian, dan merasa semua serba tidak masuk akal. Hei, dengarkan aku. Aku disini untuk membantumu menggunakan kemampuanmu. sebelum aku benar-benar tiada."

Yang tadinya aku hanya terdiam. Yang tadinya aku malas dengannya, karena banyak bicara. Kali ini pandanganku terpaku olehnya.

"Benar-benar tiada?. Maksutmu menghilang?"

Aku bertanya dan memperjelas kalimat terakhirku.

Dia hanya diam dan mengangkat bahunya.

"Katakan Wan. Menghilang maksutmu?"

"Iya,aku akan menghilang."

"Tunggu-tunggu bagaimana kamu bisa menghilang?. Bukannya kamu sudah.. mat... Maksutku meninggal. Memangnya pergi kemana?"

"Dunia, memiliki sebuah keseimbangan yang harus dijaga. Dan tidak bisa aku terus-terusan bersembunyi di dunia "Antara". Dunia sekarang aku berada."

"Apa...Sumpah tambah bingung lagi aku dengan ini."

Aku menjadi bingung dan bertingkah aneh didepannya. Bukannya apa, ya memang aku tidak suka dengannya. Tetapi hanya dia dan Indah yang menerimaku apa adanya. Untuk kedua orang tuaku sudah pasti.

Dan aku pun baru saja bertemu dengannya kemarin.

Dengan keterangan dia sudah menungguku selama 13 th lamanya. Aku penasaran dengan ini semua. Dan lagi lagi aku bingung.

"Tolong jelaskan padaku"

Aku memintanya untuk menjelaskan semua kepadaku. Karena memang sebetulnya aku belum tahu apa apa. Dan aku membutuhkan sebuah bimbingan. Dan sekarang ada yang dengan ikhlas membantuku. Tunggu apa lagi.

Catatan untuk diri sendiri.

Buang jauh jauh EGO.

"Jadi begini.."

"Kriiingggg"

Belum sempat dia bercerita, bel tanda masuk sudah mengusik telingaku.

"Kau masuk kelas saja dulu, disambung nanti saja pada waktu di rumah."

Aku terdiam sebentar, dan aku anggukkan kepalaku seraya pergi meninggalkannya.

Kumelihatnya tersenyum kepadaku sebelum aku meninggalkan ruangan perpustakaan.

Hmmm. Waktunya pelajaran agama.

Kumasuki ruangan kelas, yang dimana disana sudah terlihat anak-anak dan guru agama yang telah menunggu kehadiranku.

"Kamu yang baru datang, duduk paling depan."

"Hmm, iya pak."

Kuambil tasku di meja belakang dan membawanya ke depan. Uppss aku lupa ngasih tahu kalian. Bahwa aku sedang tidak dalam pelajaran hari ini. Tapi kami sedang Ujian kenaikkan kelas. 😒.

Hmmm. Bener-bener ujian ini. Ujian hidup.😞.

Waktunya untuk mengerjakan.

***

"Kringgggg..Kringggg..Kringgg"

Pertanda bahwa ujian sudah usai untuk hari ini.

Aku sengaja meninggalkan kelas paling akhir. Aku ada sebuah misi untuk menanyakan ini kepada guru agamaku.

Hmmm. Iya aku beragama Hindu.

Ya aku sengaja sebutkan. Tidak masalah bagiku tentang agama aku sebutkan. Pada intinya kita memiliki sebuah kepercayaan masing-masing yang di anut. Dan intinya juga satu. Kita berdoa dan memohon kepada-Nya untuk hidup kita dan hidup orang yang kita sayangi di sekitar kita. Cuma caranya saja yang berbeda.

"Pak, ada waktu sebentar?"

Kuberanikan diri untuk bertanya kepadanya.

"Ya, aku tahu apa yang akan kamu tanyakan nak. Sebelum kau bertanya Bapak bilang terlebih dahulu kepadamu, sesuatu."

Namanya Pak. Gik.

Pak. Gik memintaku untuk duduk di depan mejanya.

"Yang kamu punyai sekarang adalah sesuatu yang istimewa dan spesial. Tidak banyak orang yang bisa memilikinya. Bapak pesan sama kamu, terimalah itu maka kamu akan mengetahui hal yang lebih jauh lagi dan lebih bermanfaat lagi. Ingat terimalah."

Belum sempat aku mengutarakan pertanyaanku Pak. Gik sudah pergi meninggalkan ruangan bersama lembar soal dan jawaban ujian agama hari ini.

Aku belum sempat bertanya kepadanya. Tetapi beliaunya sudah mengetahuinya dan menjelaskannya.

Ternyata bukan hanya aku saja yang merasa aneh. Ternyata bukan aku saja yang bisa melihat mereka. Dan bukan hanya keturunan keluargaku saja.

Ternyata mereka orang-orang diluar sana juga memilikinya.

Aku tidak sendirian.

Aku harus menemui orang tuaku untuk menceritakan semuanya.

=========

Apakah aku harus menanyakan tentang Awan, kepada Ayah dan ibu?.