Chereads / School of Persona / Chapter 27 - Papala dan Rohis Nasional

Chapter 27 - Papala dan Rohis Nasional

Nalesha berjalan santai menuju ruang kelasnya di lantai dua usai upacara pagi. Tas ransel masih bertengger di punggung karena Ia tiba di sekolah relatif 'mepet' dari jadwal. Nalesha memang selalu merasa jadwal masuk sekolah jam sembilan pagi itu terlalu dini untuknya.

Astaga, bagaimana kalau sekolahnya masuk jam tujuh? Mungkin Nalesha akan pindah sekolah saja.

"Pagi Bu, biar Saya bantu," ujar Nalesha tanggap begitu mendapati Hera, guru wali kelasnya, membawa barang bawaan cukup banyak.

"Oh? Nalesha apakabar? Yah, telat lagi ya Kamu?"

Nalesha hanya cengengesan khasnya, "Gak telat kok Bu, belum ditutup tadi juga gerbangnya."

Hera hanya geleng geleng kepala, "Lain kali dikurang kurangi deh Lesh, udah kelas tiga loh Kamu ..." sarannya yang diangguki oleh Nalesha.

Angguki saja dulu, patuh atau tidak patuh urusan belakangan, pikirnya. Menurut Nalesha, ada seni tersendiri dibalik datang dan pergi terlambat, dan itu sesuai dengan kepribadiannya sebagai seorang 'perceiver' alias tidak suka yang terstruktur.

"Wey Lesh!" sapa Tio, teman sekelas Nalesha begitu Ia dan Hera sampai di dalam.

"Apa kabar Yo? Sehat walafiat?"

"Sehat lah. Btw ..." ujarnya berbisik, "Tadi berangkat ama siapa naik bus?" tanyanya sembari tersenyum menyebalkan.

"Saya?" Nalesha mengeluarkan tabletnya, "Perasaan cuma dateng sendiri."

"Yeu, itu yang dipamitin didalem bus? Siapa?"

"Oh, anak SP, kenapa?" tanyanya santai, meski heran kok bisa ada mata setajam Tio yang sampai bisa melihat dirinya berangkat bersama Saheera pagi ini.

"Gak apa apa kalo Gue, cuma kayaknya ada yang panas aja sih Lesh ..." Tio mendelikkan matanya ke kanan agak belajakang satu deret, membuat Nalesha mengikuti arahan pandangnya itu.

Oh, rupanya seseorang yang dikenal cukup baik oleh Nalesha sendiri; Dania, si Gitapati Marching Band kebanggaan sekolah. Gadis itu tersenyum tipis begitu Nalesha menoleh padanya, namun yang disenyumi enggan membalas, lebih memilih fokus pasa Hera yang sudah membuka agenda mengajar pertama pagi ini.

"Good morning class!"

"Morning, Miss!"

"Glad to see you again here. Sekarang, seperti biasanya, sebelum Kita lanjut lebih serius untuk kelas Math, Miss mau dengar dulu dong cerita liburan kalian beserta rencana rencana kalian selama satu semester ke depan. Any volunteer?"

Hening beberapa detik, lima belas siswa di kelas tampaknya belum terbiasa dengan lingkungan sekolah kembali.

"Let me, Miss." Rupanya satu orang mengajukan diri; Dania. Seperti biasa, gadis cantik nan anggun itu selalu berhasil menuai perhatian.

"OK, Dania, please come in and have some presentation. Give applause to her, guys!"

Dania lantas berjalan ke depan kelas, diiringi tepuk tangan seadanya dan senyuman-senyuman dari para 'penggemar' nya di kelas itu.

Namun matanya hanya tertuju pada sosok gunung es yang bertepuk tangan lesu untuknya. Ah, susah sekali mendapatkan perhatian pria itu, padahal kurang apa Ia selama ini? Pikirnya.

Presentasi kemudian dimulai, Dania mulai dengan ceritanya liburan ke luar negeri dan mempelajari budaya dan mendapatkan teman baru. Gayanya bercerita selalu onpoint, sampai sampai Nalesha pun ikut terlarut dalam cerita yang substansinya cukup sederhana itu. Inilah, komunikasi yang dibutuhkan semua orang untuk memenangkan permainan. Benar begitu bukan?

"As a plan for this semester, I would like to join the study club for Math preparation because I really suck on them ..."

"Whoo, merendah untuk meroket ..." sorak beberapa orang.

"No guys, beneran kok. Kedua untuk ekstrakurikuler, Saya berencana mencari pengalaman baru dengan mengikuti ekskul baru juga, yaitu ... Pemuda Pecinta Alam ..."

Semua orang bertepuk tangan heboh, mendapati si putri kampus bersedia turun ke gunung. Lebih terkejut lagi Nalesha sang ketua ekstrakurikuler yang dimaksud.

"Gak salah denger Gue? Adeheuy Lesh, kode keras atuh itu mah!"

Nalesha hanya memutar matanya malas, tak mau ambil pusing. Toh untuk bisa bergabung ke Pemuda Pecinta Alam alias Papala itu tidak sembarangan. Bagus bagus saja kalau Dania lolos, itu juga tidak ada masalah untuknya.

****

Tak pernah terpikirkan oleh Saheera kalau di hari pertama sekolah, Ia harus berhadapan dengan para petinggi organisasi sekolahnya. Tidak banyak sih, hanya dua, tapi tetap saja, mereka adalah Ketua dan Sekretaris MPK.

"Jadi gitu sih Ra. Kami kan koordinasi juga untuk kegiatan dan pengajuan anggota Rohis Nasional, dari OSIS dan MPK merekomendasikan Kamu untuk jadi Sekretaris Wilayah Jawa Barat," ujar Ilham, Ketua MPK.

Saheera tampak berpikir, cenderung enggan membuka surat pengantar yang diberikan padanya itu.

"Ngomong ngomong nih Ham, Ren, kenapa harus Aku? Aku selama ini bahkan gak join Rohis seratus persen, Aku cuma volunteer?"

"Karena Kamu sering volunteer itu Ra, Kami liat ya kerja Kamu bagus. Udah saatnya lah mengabdi."

"Gaya banget Ham, mengabdi mengabdi. Emang kegiatannya apa aja coba?"

"Intinya merohiskan SMA se Nasional Ra," jawab Siren asal meski benar.

Saheera hanya geleng geleng kepala, "Aku gak yakin sih, Aku juga masih banyak urusan di Linguistic Club dan Olimpiade. Susah kalau nambah kegiatan Ham, Ren."

Ilham dan Siren tampak agak kecewa mendapati respon kandidat andalan mereka, "Tapi coba dipikirin dulu deh Ra, Kamu tanya tanya gitu sama siapa tuh temenmu? ... Oh iya Iqbaal, temen Kamu di SP, Iqbaal dulu kan Kornas malah."

"Oh iya ya Bang Iqbaal. Yaudah nanti Aku tanya dia deh, sehari ya Aku hold putusannya. Gapapa kan?"

Ilham dan Siren mengangguk antusias, "Iya iya gapapa, tapi please ya Ra, kalo bisa ... hehehe," ujar Siren cengengesan.

"Hmm, gatau Reen maaf yaa gabisa kasih kepastian," rengek Saheera tak enak hati.

"Kasih yang pasti pasti dong Ra," tambah Ilham setengah tertawa.

Saheera hanya menghela nafasnya sejenak, lantas berdiri hendak kembali ke kelas, "Gitu aja deh, Aku mikir sehari. Lagian yaampun Ham, Ren, masih banyak orang orang yang lebih baik kali buat jadi kontingen."

"Tidak Saheera, Kamu yang terbaik," ujar Ilham dramatis.

"Halah, udahlah. Aku mau wawancara Bang Iqbaal dulu. Dadah, kelas dulu, udh mau masuk."

Saheera akhirnya pamit, ditengah perjalanan kelas Ia sempatkan membuat janji diskusi dengan Iqbaal terlebih dahulu. Khawatir kalau Iqbaal akan tidak punya waktu.

[iMess]

(Saheera)

Bang Iqbaaaaal!

Ada waktu gak nanti malem?

Mau diskusi prospek Rohis

Masa Aku tiba tiba ditunjuk DPM buat ke Nasional

(Iqbaal Shalafiya Salaam)

Saheraaaaaaa!

Ada kook

Serius? Mantap atuh lah

Yaudah kalo mau ngobrol nanti malem abis makan