Chapter 7 - Penolakan Tasia

Hadyan tersenyum tipis melihat ketiga gadis itu kebingungan. Namun tetap ia memfokuskan pandangannya pada salah satu gadis yang berdiri di sebelah kiri dengan kaos kuning tipis bergambar kartun dan celana jeans pendek.

"Mungkin teman-temannya akan menganggap ia gila," Pikirnya geli.

Ia tetap berdiri di samping kamar yang semalam ia gunakan sebagai rumah palsu untuk mengelabuhi Tasia. Karena kesaktiannya, ia bisa membuat wujudnya tidak dapat terlihat oleh mata manusia normal.

Hadyan segera mengubah wujudnya kembali menjadi siluman ular setelah tiga sekawan itu pergi kembali ke bibir pantai.

Mereka menaiki sebuah permainan ban pisang raksasa yang sering kali dinaiki wisatawan yang berkunjung ke lautannya. Hadyan tahu, apa yang akan terjadi ketika ban pisang itu sampai ke tengah laut.

Ia segera berenang masuk ke laut dalam dan menunggu di dalam kegelapan hingga terlihat buih air di permukaan air tanda kapal tengah lewat di atas kepalanya.

Ia menunggu tanpa dapat menahan senyuman di bibir. Dan yang ia tunggu sejak tadi akhirnya terjadi.

Ban itu terjungkal dan menjatuhkan seluruh penumpang yang menaikinya ke lautan lepas. Saat itu juga, ia melesat ke atas dan menarik turun sepasang kaki gadis incarannya dengan cepat tanpa satu orang pun sadari.

***

Tasia terbelalak saat merasakan ada yang menarik kedua kakinya masuk ke lautan dalam laut. Ia meronta karena takut dan tidak bisa bernapas, terlebih ternyata pelampung jaket yang ia kenakan sudah sobek entah sejak kapan.

Sontak ia melihat ke bawah, kepada apa yang menarik kakinya dengan sangat kuat. Betapa terkejut dirinya saat menyadari kakinya ternyata susah dililit oleh ekor ular hitam berukuran besar.

'Ular? Siluman ular?!' Tasia memikirkan hal terburuk.

Namun ia tidak dapat melihat kepala ular itu. Sedangkan, dirinya ditarik semakin dalam, turun ke arah kegelapan lautan lepas.

Tasia meronta sekuat tenaga tanpa hasil. Namun, ia terkejut sekaligus lega di saat menyadari ada seorang pria yang berenang dan menggenggam tangannya.

'Oh.. trimakasih, Tuhan. Ada yang menyelamatkan ku!' Syukur Tasia di dalam hati.

Tasia menangkap balik tangan pria itu. Namun aneh, pria itu malah menyeringai, di dalam laut.

Itu membuat Tasia berpikir bagaimana caranya seseorang menyelam begitu dalam dan masih sanggup menyeringai?

Lalu Tasia mengalihkan matanya pada tubuh pria itu. Ia bertelanjang dada, dan.. ia bukanlah manusia. Sebab dari pinggang ke bawah tubuhnya berwujud badan ular.

Tasia nyaris pingsan lemas. Namun dengan cepat, Hadyan melilit habis tubuh gadis itu dan memosisikan dirinya di belakang Tasia. Kemudian, ia membekap wajah gadis itu dengan kedua tangannya.

Saat itu juga, Tasia mampu bernapas di dalam air. Namun karena ia terlalu terkejut atas apa yang ia lihat, akhirnya ia tetap pingsan juga.

Hadyan tidak melilit Tasia terlalu erat, namun cukup kuat untuk menjaga agar gadis itu tidak lepas darinya. Ia berenang semakin dalam ke dasar laut hingga sampai di gerbang belakang istana yang menghadap langsung ke lautan lepas yang gelap.

Gerbang terbuka dan Hadyan langsung mengubah wujudnya kembali menjadi manusia dan melangkah masuk bersama Tasia dalam dekapannya.

"Yang mulia," Sapa para dayang, berbondong-bondong menghampirinya.

"Siapkan kamarku." Perintahnya.

"Baik, Yanh mulia Pangeran!" Angguk mereka dan segera melaksanakan perintah tersebut.

Hadyan merebahkan tubuh lemas Tasia di atas tempat tidurnya yang berhias permata.

"Nyonya banyak menelan air, Pangeran. Tubuhnya sangat lemah." Ucap tabib kerajaan yang berdiri di samping ranjang.

Hadyan menempelkan telinga pada dada Tasia untuk mendengar suara air dan detak jantungnya. Lalu dengan sigap, ia menyedot habis air itu keluar melalui mulut Tasia.

Tidak lama, Tasia langsung terbatuk-batuk namun ia masih tidak mampu untuk sadar. Sementara itu, para dayang mengeringkan tubuh Tasia dan menggantikan pakaiannya.

***

"Akh.. Tolong!" Gumam Tasia, masih setengah sadar.

Ia merasakan sakit luar biasa di kepala dan dadanya. Samar-samar, ia berusaha mengingat apa yang telah ia alami saat bermain banana boat tadi.

Dengan susah payah, Tasia membuka kedua matanya yang terasa berat. Perlahan tangan, kaki, dan seluruh tubuhnya mulai mendapatkan kembali indra perasa mereka. Dan ia merasakan ada yang menggenggam tangan kirinya.

"Ini.. kasur? Teman-teman?" Gumam Tasia, berpikir bahwa kemungkinan besar ia sudah berada di rumah sakit sekarang.

Tasia menyipitakan matanya agar dapat melihat lebih jelas sosok pria yang duduk di sisi kiri ranjangnya. Ternyata, pria inilah yang dari tadi menggenggam tangannya.

"Pa.. Patra?" Gumam Tasia di tengah pengelihatan yang masih kabur.

"Jangan sebut nama laki-laki lain di depanku, Sayang,"

Tasia langsung terpenjat mendengar suara berat yang belum pernah ia dengar itu.

Perlahan, pengelihatannya mulai pilih dan ia segera memaksakan dirinya untuk duduk. "Siapa kau? Aku ada di mana?"

"Tenanglah, Tasia. Kau aman di sini. Ini adalah istanaku. Kelak, tempat ini akan menjadi rumahmu juga." Jawab Hadyan.

"I-istana? Akh! Dadaku sakit sekali. Di mana teman-temanku, kak?" Ia memegangi dadanya yang terasa sesak dan sangat dingin hingga membuat tubuhnya menggigil.

"Minum obat ini dulu, maka kau akan merasa lebih baik." Hadyan memberikan segelas kecil obat berwarna hitam dari atas meja.

Lalu ia menuntun Tasia untuk meminumnya sambil memegangi punggung gadis itu. Ia khawatir dan merasa bersalah harus membawa Tasia dengan cara seperti tadi. Jujur, ia tidak mau melihat Tasia terluka sama sekali.

Tasia mengambil gelas itu dan meneguk isinya hingga habis. Perlahan, ia merasakan hangat di dalam dadanya dan sesak yang ia rasakan mulai sirna.

Hadyan tersenyum. "Bagaimana? Sudah terasa lebih baik? Tadi kau terlalu banyak menelan air laut. Itu sebabnya dadamu terasa sesak."

Tasia mengangguk. "Ya, trimakasih banyak, Kak."

"Kak!" Tasia melotot dengan wajah panik.

"Ya?" Sahut Hadyan.

"Tadi aku tenggelam karena ditarik oleh hantu siluman ular! Dia ingin membunuhku! Tadi aku sedang bermain banan boat, lalu saat aku tercebur, ia menarik kakiku hingha membuatku tenggelam dan melilit tubuhku! Aku takut sekali! Aku beruntung karena kau menyelamatkanku. Jima tidak, aku pasti sudah mati sekarang! Trimakasih banyak, kak." Jelas Tasia dengan menggebu-gebu sambil menyalami pria itu.

Hadyan terpingkal mendengar celotehan Tasia. "Aku tidak akan membunuhmu, Anastasia."

Tasia mengerutkan dahi dan menatap wajah Hadyan lekat-lekat. "Tunggu.. kau.. Kau mirip dengan siluman ular itu!" Serunya setelah bayangan wajah siluman yang menyeretnya ke dalam laut tadi mulai kembali di ingatannya.

Hadyan mengubah wujudnya menjadi anak kecil kemarin malam dan berubah kembali menjadi normal. "Aku adalah Pangeran Hadyan. Akulah siluman ular yang menyeretmu ke dasar laut."

"Apa?!" Tasia segera melihat sekelilingnya dan ia baru menyadari bahaa ia berada di sebuah kamar besar yang terasa aneh dengan banyak sekali jendela besar yang memperlihatkan gelapnya lautan luas dengan beberapa ikan besar berenang kesana kemari.

Saat itu, Tasia menyadari kebodohannya. Semua yang dikatakan Hadyan, bahwa ia berada di dalam istana. Bagaimana Hadyan merubah sosoknya menjadi anak kecil semalam. Dan mitos kerajaan goib dan siluman ular yang populer di pantai itu. Segalanya mulai masuk akal sekarang.

Tok! Tok! Seseorang mengetuk pintu kamar.

"Masuk," Sahut Hadyan.

Lalu pintu kamar terbuka dan sesosok jin hitam tinggi dan bermata merah besar dengan taring juga lidah yang menjulur panjang hingga lantai berjalan masuk.

"Aaa!!" Tasia langsung berteriak ketakutan, berlindung pada punggung gagah Hadyan ketika ia melihat sosok menyeramkan itu.

Hadyan dan jin tersebut kaget melihat reaksi Tasia dan baru mengingat bahwa ia adalah manusia yang tidak terbiasa melihat wujud mereka.

"Pergilah! Ia takut melihat wujudmu. Aku akan menemuimu nanti," Perintah Hadyan cepat dengan memeluk Tasia yang masih menangis ketakutan.

"Aku takut! Aku mau pulang! Tolong aku, Ibu! Aku takut!" Jerit Tasia panik dengan tetap bersembunyi di dalam pelukan Hadyan.

"Sst! Tenanglah, Tasia. Dia sudah pergi. jangan takut, aku ada di sini," Bisik Hadyan dengan mengusap kepala Tasia.

"Aku takut! Aku ingin pulang! Hantu itu seram sekali, dia akan memakanku!" Seru Tasia.

"Tidak. Ia tidak jahat seperti yang kau kira. Lihat, dia sudah pergi.." Hadyan melepas pelukannya untuk membuktikan kata-katanya.

"Tidak! Jangan!" Tasia menarik kembali tubuh Hadyan agar ia tetap bisa bersembunyi di dalam dada pria itu.

Hadyan menghela napas panjang. Ia tidak menyangka bahwa menyukai manusia akan sesulit ini. Tasia lebih penakut dari yang ia bayangkan sebelumnya.

"Anastasia, tenanglah. Ia sudah pergi. Lihat, aku tidak akan meninggalkanmu. Percayalah," Bisik Hadyan.

Perlahan, ia menggeser posisinya ke samping dengan tetap merangkul tubuh Tasia yang gemetar ketakutan.

Tasia memegangi tangan Hadyan erat dan sebelah tangannya lagi ia gunakan untuk menutup matanya sendiri.

"Aku takut.. Jangan pergi!" Tangis Tasia.

"Aku tidak akan pergi. Aku di sini menjagamu. Mereka takut padaku. Ini istanaku. Kau berada di dalam perlindunganku," Jawab Hadyan lagi dengan menarik perlahan tangan Tasia yang digunakan untuk menutupi matanya.

Tasia mulai tenang dan menurut untuk membuka mata. Lalu ia melihat sekeliling dan benar bahwa di kamar itu hanya ada mereka berdua saja.

"Benar, 'kan? Aku tidak berbohong." Ucap Hadyan pelan.

Tasia menatap Hadyan yang tersenyum ramah padanya. Lalu air mata mulai menggenangi matanya lagi.

"Aku ingin pulang. Aku tidak mau berada di sini. Maafkan aku jika aku berbuat kurang ajar sampai kalian menangkapku. Tolong pulangkan aku. Aku mohon!"

Hadyan memijat keningnya pelan. "Kau tidak bersalah, Tasia. Aku membawamu ke sini karena aku telah memilihmu untuk menjadi permaisuriku di kerajaan ini."

"Apa? Permaisuri?" Ulang Tasia.

Hadyan mengangguk. "Aku telah memilihmu sebagai permaisuriku. Jadi, mulai sekarang kau akan tinggal di sini bersamaku."

Tasia menggeleng cepat. "Tidak! Aku mau! Aku tidak mengenalmu! Lagipula aku punya rumah dan nenek juga teman-temanku menunggu di sana. Aku tidak mau menjadi permaisuri mu! Aku ingin pulang!"