Chereads / The Enchanter (Black Pearl) / Chapter 7 - PERMINTAAN DAN LEMBARAN BARU

Chapter 7 - PERMINTAAN DAN LEMBARAN BARU

Palka adalah sebuah benua besar yang meliputi berbagai negara di tanah ini. besarnya Palka meliputi Zavax dan Jiganski. Dahulu Zavax adalah nama yang di berikan oleh raja Fodgalord sebagai nama hutan yang tak terjamah namun Zavax baru di temukan oleh Fodgalord pada masa kejayaannya.

Kesuburan yang sangat kuat melekat pada tanah Zavax, apa pun bibit yang di jatuhkan oleh burung akan tumbuh subur di tanah itu. Jauh sebelum di temukannya tanah tersebut para manusia dan hewan sangat tenteram tanpa adanya sihir.

Setelah berjalan 500 tahun salah satu Nelayan tenggelam di perairan utara Zavax. Air laut membuat mata Nelayan itu tak dapat lagi menyalangkan matanya namun dalam gelap kelopak mata dia melihat secercah cahaya redup bak pelita di tengah gelapnya malam.

"Cahaya apa itu?"

Nelayan itu mencoba menggapai cahaya itu dengan segenap tenaganya. Parunya tertekan oleh dalamnya lautan tak membuatnya mundur untuk meraihnya.

"Sedikit ... lagi!" jangkauannya terhenti tepat di atas cahaya itu.

Saat dirinya telah di lahap laut ujung telunjuknya tak sengaja menyentuh cahaya tersebut.

Tiba-tiba para ikan berduyun-duyun mengelilingi Nelayan itu dan mulai mengangkatnya beserta cahaya tersebut. riuhan ombak memenuhi telinga Nelayan namun dirinya tak kunjung sadar.

Cahaya itu menyambar tangan Nelayan dan menelikung tubuhnya hingga paru-parunya yang terisi dengan air mulai mengucur keluar dari hidung dan mulutnya.

"Ohok-ohok!" walau masih belum pulih setidaknya dirinya sudah terselamatkan.

...

"Apa yang ingin kau jelaskan padaku?" tanyaku dengan Heran.

"Lihatlah bagaimana semua ini terjadi!"

Kemudian layar itu mulai berputar kembali namun kali ini layar itu menunjukkan api yang spektakuler di sebuah kota.

"Cepat-cepat!" teriak sang Nelayan yang mengungsikan para warganya.

Sebuah serangan besar menghunjami kota mereka sehingga hanya lautan api yang mengawai di setiap rumah. Pertarungan sengit antara Nelayan dan para musuh kian memanas hingga akhirnya kemenangan berada di tangan musuh Nelayan.

"Apa yang ... kau inginkan dari gelang itu?" Dengan tersengal-sengal dia masih berusaha mempertahankan gelang tersebut dengan mencekal kaki musuhnya.

"Sebaiknya kau tenang di alam sana!"

Zleb!

"Aaaaaaa!"

Nelayan itu mati dengan tubuh penuh dengan pedang dan tombak.

"Emm siapa yang mengambil gelang tersebut?" tukasku dengan beringsut ke belakang karena takut terjadi sesuatu padaku karena ulah pertanyaanku tersebut.

"Merekalah para penjaga yang mengekang seluruh saudara dan saudariku di setiap Alexus. Lihatlah ini!" Makhluk itu menunjukkan sebuah kuil indah di setiap kota yang memiliki penjagaan ketat yang bukan main padaku.

"Wow! Upps!" lirihku terkagum dengan bangunan megah Alexus.

"Seluruh mutiara memiliki jiwa di dalamnya dan aku adalah salah satu di antara mutiara tersebut, namun semenjak mutiara itu di rengut oleh musuh sang Nelayan kami pun tercerai-berai. Apa kau tahu ritual yang selalu di lakukan pada orang terpilih saat mereka terlahir?"

Aku berusaha memikirkan apa yang ia maksud namun jawaban tak kunjung menyembul dalam benakku, bagiku semua terlihat normal.

"Apa yang kau maksud penobatan dalam kuil tersebut?" Tiba-tiba aku terperanjat dan terdiam.

Sungguh hal yang mengejutkan! Aku mulai menatap serius bangunan Alexus yang di tunjukkan Makhluk itu. Lapisan, batu, susunan, dan bentuknya, sama persis dengan apa yang telah di rekam oleh otak kecilku ini.

Bagiku ini adalah hal baru yang baru aku sadari. Aku berusaha tidak memberikan respons padanya agar diriku tidak di cecar pertanyaan aneh yang mengkarut-marutkan otakku.

"Mereka memaksa saudaraku untuk mengeluarkan sihirnya agar di berikan pada mereka yang berbakat." Lanjutnya.

Sekarang aku tahu apa yang di lakukan Nenek pada kehidupan mudanya saat menerima buku hitam. Sejujurnya aku ingin menanyakan tentang buku tersebut namun aura dan tekanan kebenciannya sangat pekat sehingga bulu romaku tak kunjung turun di buatnya.

"Namun hanya Imirim Kafa yang menolongku saat semua keadaan menjadi kacau," ucapnya rendah.

Hening. Aku tak dapat membuka perbincangan kembali, entah berapa lama aku berada di dalam sini. "Apa aku benar-benar mati?" Hanya pertanyaan itu yang terbesit dalam benakku.

"Hera," panggil Makhluk itu.

"Iya!" jawabku dengan lugas.

"Imirin Kafa telah percaya padamu dan memberikan sukmaku padamu. Apa kau akan membantuku untuk menutup semua kekacauan ini sebagaimana Nilam Grotbear lakukan?"

"Siapa Imirim Kafa ini? Kenapa Nenek melakukan ini semua? Apa yang dia ketahui? Kenapa dia merahasiakan ini semua?" aku membatin dengan pertanyaan yang menggantung yang mulai menghilangkan perhatianku padanya.

"Apa aku bisa menolaknya?" Aku mencoba peluang terburuk dari percakapan ini.

Dia hanya menggelengkan kepalanya. "Untuk pertama kalinya seorang manusia menelan mutiara sihir namun masih dapat hidup setelah mutiara itu mengalir dalam darahnya." Makhluk itu menunjuk ke arahku.

Lidahku mulai mengecap rasa aneh karena tegang dengan fakta yang ia katakan. Nenek, Jervin, dan Piko telah mengorbankan ini semua hanya demi ini? kenapa aku ragu mengambil langkah ini.

Tanpa berpretensi kembali aku mulai meyakinkan diriku untuk melanjutkan apa yang Nenek lakukan.

Sembari melenggakkan kepala aku berkata "Baiklah."

Tiba-tiba aku terperosok ke dalam lubang yang tiba-tiba muncul di telapak kakiku.

"Hah!" Napasku kembali.

Dengan tangan yang membentang, kaki yang merenggang, di sertai para Hokers yang ketakutan, serta Ratu yang terjengkal dan menyangkut di atas singgasananya. Aku kembali.

"Apa yang terjadi?" bisikku.

Kepanikanku pecah saat melihat Ratu yang tersangkut dengan tungkai yang terbuka hingga menunjukkan celana dalam mawarnya di atas sang raja.

"Pfft!" Tanpa sengaja aku tertawa kecil.

Namun pandangan tajam mereka tak kunjung teralih dengan sang ratu.

"Monster! Terkutuk! Anak haram!" carut-marut mereka mulai menghujaniku kembali dan penjaga mulai mendatangiku dengan cepat.

Buk!

Tengkukku di hantam senjata yang mereka pegang.

"Ah, seperti ini lagi!" aku pun pingsan.

Dalam lamunanku sebelum pingsan aku berpikir. "Setidaknya Makhluk itu tidak nyata."

Gelap dan Hening. "Rupanya aku benar!"

"Apa yang benar?!" Suara berang seorang pria muncul dari belakangku.

"Eee, rupanya aku tidak sedang bermimpi. Makhluk ini ternyata nyata," sapaku padanya.

"Kenapa aku kembali ke sini?" tanyaku kembali sembari mendorong punggungku untuk duduk.

"Kau pingsan!" jawab Makhluk itu dengan ketus.

Kepalaku cukup sakit saat mencoba melenggakkan kepalaku.

"Hera, carilah saudara dan saudariku! Aku akan memberikan seluruh kekuatanku padamu untuk mencapainya. Maka jangan sia-siakan kesempatan ini." Kemudian Makhluk itu pergi dan aku pun terbangun.

Kaki dan tanganku di telikung dengan tali tampar kuat. Di depanku terdapat 5 prajurit yang bersenjata lengkap yang siap menarik kokang dan picu senjata mereka, di sampingku terdapat dua Mage yang menodongkan kayu Howtrhon-nya padaku.

"Sungguh menyebalkan!"

Kemudian salah satu mereka membuka ikatan bibirku yang telah kering dan memasukkan sebuah cairan hijau padaku. Rasa pahit yang kuat dengan aroma yang menjengitkan hidungku terus di masukkan ke dalam tenggorokanku.

"Hah! Hah! Apa yang kalian lakukan?" Tak sempat aku berharap jawaban mereka, mulutku di ikat kembali. Sekonyong-konyong aku mulai tenang dan lemas. "Apa ini efek dari minuman itu?"

Dari balik jendela kecil kereta kuda aku melihat sebuah bangunan hancur. Sejauh mata memandang hanya ada lumut, serpihan batu, dan kerangka bangunan yang telah hancur antah beranta.

"Tempat ini persis dengan apa yang telah diceritakan Nenek! Ke mana mereka membawaku?"

**To Be Continue**