Chereads / SILVER TIME / Chapter 2 - Bagaimana Hasilnya

Chapter 2 - Bagaimana Hasilnya

Aku begitu bersemangat menyala-nyala saat melihat daftar jurusan di pojok bawah lembaran brosur itu.

[PENDIDIKAN EKONOMI/PENDIDIKAN MATEMATIKA]

Matematika itu kesukaanku.

Aku putuskan untuk masuk ke sini!

[STKIP PGRI LUMAJANG]

****

"Ayaaaaaah!!" sapaku dengan riang.

"Apa?" respons Ayah biasa banget, mungkin karena memang belum tahu dan akhirnya aku jelaskan. "Ini kan-"

Mataku bersinar-sinar saat menunjukkan brosur tersebut pada ayah "Iya yah." Jawab ku manja. "Aku ingin masuk situ."

"E-eh, kupikir kamu tidak mau kuliah lagi." Kata ayah yang menatapku dengan heran dengan wajah datarnya itu.

"Ta-tapi, kalau masuk PTN mungkin aku tidak sanggup saingannya berat. Apalagi biaya hidup tinggal di luar kota itu mahal, jadi aku pilih di sini saja." Aku menyadari, mungkin aku tidak diterima di PTN karena begitu meyedihkannya nilaiku tapi, meskipun PTS yang penting ada matematikanya, hehe.

"Hmm, tidak masalah juga sih. Ayah sanggup aja kok menguliahkanmu di luar kota. Tapi, kalau ini sudah pilihanmu ya akan ayah turuti." Kata ayah dengan santainya.

"Uuuummm ..., ayah baik banget deh. Makasih yah." Aku mengecup pipi kiri Ayah. Memang benar ayah sanggup menguliahkanku di luar kota tapi, aku yang tidak yakin dengan diriku sendiri, sanggup gak ya? –jelas tidak sanggup!! Aku aja tidak bisa masuk PTN itu bukti kalau saingan di sana kuat-kuat di pelajaran matematika.

"Kamu mau ikut gelombang berapa?" tanya Ayah yang melihat gelombang pendaftaran masuk kuliah.

"Hmm ...." Aku pikir-pikir dulu, kalau bisa secepatnya! Pikirku. Tapi, bagaimana dengan tekadku yang tadinya cari kerja? Aku ini plin-plan, ya ... :"(

"...."

Karena aku sudah sangat tidak sabaran, aku ikut tes masuk gelombang 1. Kalau aku tidak lolos seleksi di Gelombang 1 maka aku akan ikut gelombang 2, kalau tidak lolos lagi aku akan ikut gelombang 3 tapi kalau tidak lolos lagi ....

BERARTI AKU TIDAK ADA HARAPAN DI MATEMATIKA!!

[T-T]

****

Akhirnya ….

Aku mengikuti gelombang 1, pastikan aku tidak salah mengisi data pendaftarannya. Aku juga membekali diriku dengan belajar terlebih dahulu sebelum tes, biar kesannya tidak terlalu meremehkan matematika.

Jika aku terlalu sombong dan egois, aku pasti akan gagal lagi ....

Apalagi sikap yang terlalu optimis ini, jadi terkesan menyebalkan.

....

Hari pertama tes!

Aku pastikan kemarin aku sudah belajar, membuka kembali buku pelajaran dan mengerjakan soal-soal matematika dengan baik.

"Jujur saja kampusnya biasa-biasa saja, tidak seperti sekolahan, malah seperti kantor yang diam gak jelas di suatu tempat." Pikirku sambil melihat sekeliling kampus kemudian masuk ke ruang tes.

Yang membuatku tertarik hanya - Jurusannya.

[Note penulis: Maklumlah kalo masih MABA belum tau yang menarik dari kampus ini, yaitu free WiFi yang online 24 Nonstop dan speed luar biasa amber tumpeh-tumpeh, mau download anime 5GB pun pasti selesai kurang lebih 30 menitan]

"Waktunya 2 jam." Kata seorang penguji yang ada di bagian depan ruangan ujian itu.

Duduknya terpisah, berjarak sekitar 1 meteran. Walaupun tampak luar terlihat biasa saja, tetapi dalam ruangannya di lengkapi AC, Ah jadi adem kalau otak mulai panas dan tubuh berkeringat nanti.

Jujur saja soalnya tidak begitu sulit, namun kali ini aku tidak boleh begitu percaya diri dulu, tetap tenang dan hati-hati, dan pastikan mengoreksinya kembali sebelum dikumpulkan.

Jika aku menjadi sombong dan meremehkan soal-soal ini lagi, aku pasti tidak akan berhasil.

Aku juga harus yakin dengan do'a dan usahaku.

-Akhirnya selesai-

Lega juga.

Habis ini ngapain ya!?

Mungkin aku ajak temanku keluar? Nongkrong.

Aku chat siapa nih? Kayaknya temanku di SMA sudah punya kesibukan sendiri-sendiri. Entah kenapa rasanya jadi seperti ditinggalkan.

Tapi ….

Kira-kira bagaimana reaksi mereka kalau aku daftar ke kampus swasta!? Mereka dulunya di sekolah selalu memujiku pintar, nyatanya kepintaranku ini seperti kebohongan belaka saja.

Mungkin ....

Anggapan mereka aku rendahan!? ... Selama ini yang kutahu, orang-orang yang pintar pasti masuk PTN, sedangkan aku :"( perasaan penuh kekecewaan itu bergejolak kembali.

"Tidak! Tidak! Tidak!" pikirku sambil menggelengkan kepala. Aku tidak boleh berpikir buruk pada teman-temanku!!

Ah! Aku punya ide, aku chat mbak Alisa aja, deh.

Aku mengeluarkan ponsel sambil menunggu di tempat yang bertuliskan 'POS SATPAM' lalu, segera mengetik menggunakan sepuluh jariku dengan cepatnya.

Aku: "Mbak Alisa?"

Pesannya terkirim, masuk. Semoga segera dibaca, aku kayak orang gabut aja!

Alisa: "Iya ada apa?"

Wih~ langsung dibalas beneran. Pikirku cuma dibaca doang karena tidak pernah chattingan dengannya setelah sekian lama.

Aku: "Mbak hari ini sibuk, nggak?"

Alisa: "Enggak dek, ada apa ya?"

Mbak Alisa luang~

Aku: "Mau aku ajak nongkrong."

Walau aku yang ngajak tapi, aku tidak bisa membawa sepeda motor, apa mbak Alisa tidak keberatan ya, dengan sikapku yang sepertinya merepotkan ini?

"...."

Alisa: "Oh, Ok. Ayo di mana?"

Gaskeeeuuun!!

....

-Akhirnya aku dan mbak Alisa pergi ke kafe-

[DELIGHT CAFÉ]

Tempatnya lumayan bagus, pilihan mbak Alisa nih.

"Mau pesen apa?" tanya resepsionis pada kami berdua yang baru tiba.

Kami berdua menulis menu yang ada di kafe itu.

Kemudian memilih tempat duduk.

Aku bertanya-tanya tentang kehidupan kuliah pada mbak Alisa.

Mbak Alisa menjelaskan dengan sangat perhatian.

Lalu aku mulai bercerita kalau aku masuk kampus yang sama dengan mbak Alisa.

Mbak Alisa sedikit terkejut dan terlihat agak bahagia mendengarnya.

"Kalau kamu sudah mengerjakannya dengan sungguh-sungguh pasti akan lolos seleksi tes masuk, percayalah." Kata mbak Alisa mendukungku.

"Mbak Alisa jurusan apa?" tanyaku penasaran.

"Aku jurusan pendidikan matematika." Jawab mbak Alisa dengan santainya.

"Waaaaaaah~ mbak hebat." Aku terkejut ternyata mbak Alisa juga mengambil jurusan yang sama denganku.

"Ehehe, biasa aja kok." Mbak Alisa merendah, "Bukannya kamu juga mengambil jurusan yang sama?" tanyanya heran dengan wajah datanya.

"Iya juga sih." Jawabku juga sambil memasang ekspresi datar.

"Kamu pasti lebih hebat daripada mbak, dek." Ucapnya dengan membuat senyum lebar menatapku.

Wajahku memerah karena tersipu malu dengan perkataan mbak Alisa yang memujiku.

"Eh, kalau aku hebat pasti tidak akan masuk situ, mbak." Jawabku dengan sedikit memasang wajah cemberut.

"Apa sih maksudmu? Sebenarnya semua kampus itu sama saja kok, cuma jika di universitas itu banyak pendaftar dan seleksinya sedikit jadi sulitnya di situ. Makanya yang masuk universitas itu sebut saja seperti orang pilihan di atas pilihan."

"Iya mbak." Jawabku singkat sembari mengingat hasil kekecewaanku pada tes masuk PTN itu. Apa lebih baik aku ceritakan padanya kalau aku gagal masuk PTN?

Kemudian pesanan kami datang, diantar oleh pelayan kafe ke meja kami (nomor 10).

Tak lupa juga menanyakan password WiFi pada mas-mas yang mengantarkan pesanan "mas, password WiFinya apa ya?"

"Kamu Cantik." Kata mas itu sambil tersenyum ceria melihatku.

"Hah?" heranku ketika melihat mas itu menatapku "...."

"Iya, kamucantik ...." Kata mas itu lagi.

"...." Membuatku wajahku sedikit memerah.

"Makasih ya mas." Celetuk mbak Alisa sembari menggeret pesanannya yang di siapkan mas itu di meja.

"Iya mbak." Mas itu kemudian pergi.

"...." Aneh mas itu, pikirku kemudian aku membual pada mbak Alisa.

"Dek Sas sayang, itu password WiFinya. Duh jangan GR deh!" Kata mbak Alisa sembari memfoto hidangan untuk di upload di sosmednya.

"E-eeeeeh!? Gitu toh!" aku jadi malu setengah mati. Kenapa sih aku ini punya sifat percaya diri yang tinggi? Malu-maluin.

....

Aku memesan Spagethi dan es teh, sementara mbak Alisa memesan nasgor spesial dan sogem alias soda gembira. Kami makan bersama sembari hidangan masih hangat.

Kemudian mbak Alisa mengajakku foto bersama (selfie).

"Dek ayok!" sambil mengangkat tinggi-tinggi smartphone-nya agar hidangan di meja dan akunya kelihatan. "Ciiiissssssu!!"

Kami berdua narsis-

Aaaah ... cukup memalukan juga tapi, tidak apa-apa namanya anak zaman sekarang ya gini~

[Hahaha, alaynya anak-anak mah gini]

"Yuk dek buruan makannya." Celetuk mbak Alisa lagi, sementara aku masih menghabiskan separuh spagethiku ..., mbak Alisa sudah menghabiskan nasi goreng spesialnya (padahal itu pedas).

"Cepet amat mbak. Pelan-pelan dong, tungguin Sas, nih. Emang mau ke mana sih?"

"Hmm, ke mana hayooo!?" jadinya malah tebak-tebakan.

"Mana kutahu kalau mbak Alisa nggak ngomong duluan."

"Hahahaha." Tawa mbak Alisa liar kemudia mengangkat segelas sogem yang dirasa tinggal seteguk saja.

....

Mbak Alisa memperbaiki riasannya sementara aku melanjutkan makan spagethi.

Rasanya aku malah merepotkan mbak Alisa.

Aku segera menyudahi makananku dan menutupnya dengan meminum segelas es teh.

"Sudah mbak, ayo pulang!" ajakku.

"Sebentar tunggu dulu ...." Lah tadi ngajak buruan, sekarang malah asyik main hp, bagaimana sih!?

Aku menggelembungkan pipi ke mbak Alisa "Huuuuuummmmm ...."

"Sebentar,aku chat doi dulu." Mbak Alisha bersikap sok sibuk.

"Doi?" tanyaku heran.

"Iya, doi si pacar mbak." Jawabnya santai sambil menatap serius ponselnya, terlihat menunggu balasan si doi.

"Eh, mbak udah punya pacar? Jadi barusan mbak mau-"

Belum sempat aku menanyakan lebih jelasnya, mbak Alisa sudah memotongnya duluan.

"Iya, mbak mau keluar dengan pacar mbak." Jawabnya dengan optimisnya.

"Uweeeeh." Selain baik, ternyata mbak Alisa sudah di cintai oleh seseorang.

"Kamu mendingan cari pacar, gih. Udah kuliah kok masih menjomblo ...." Celetuk mbak Alisa dengan senyum liarnya.

"Loh, emangnya kenapa mbak, kalau aku masih menjomblo?" jawabku sinis, "Lagian aku belum tahu bisa kuliah atau nggak, kan belum ada pengumuman diterimanya, dan aku tidak terlalu tertarik dengan hubungan tanpa kepastian seperti itu." Aku tertunduk murung. Kemudian mbak Alisa berdiri dari tempat duduknya ....

"Ya sudah, ayo pulang dek."

Mbak Alisa berdiri dengan wajah datarnya menatapku, apa dia marah ya?

"Iya." Jawabku singkat sambil mengikuti mbak Alisa keluar.

Kami berdua membayar terlebih dahulu.

"Berapa?" tanya mbak Alisa pada mbak penjaga kasir.

Mbak Alisa membayar semua pesanan kami "Nih." Dia menyodorkan sejumlah uang pada kasir.

"Saya hitung dulu ya ...." Kata mbak-mbak di kasir

"Loh mbak, aku dibayari apa bagaimana? Ini aku-"

"Ah, tidak usah deh." Aku yang tengah menyodorkan uang pada kasir ditolak oleh mbak Alisa.

"Uangnya pas, terima kasih." Kata mbak-mbak di kasir yang sudah selesai menghitung uangnya.

Kami berdua segera keluar kafe.

"Ta-tapi mbak ini-" Aku masih sungkan dan hendak memberikan sejumlah uangku sesuai tarif pembayaran makananku, tapi ....

"Sudah tidak usah dek, aku bayari kok. Tenang saja." Kata mbak Alisa dengan santainya dan kembali menolakku.

"Lah, anu ... terima kasih mbak." Mbak Alisa sangat baik, pikirku. Mungkin ... pacarnya pasti baik juga.

"Iya." Jawabnya dengan senyum riang.

Kami berdua naik motor kemudian mbak Alisa mengantarkanku pulang.

"Terima kasih ya mbak, untuk hari ini. Sudah merepotkan mbak juga hehe."

"Tidak apa-apa kok dek, justru mbak senang kalau suatu saat punya adik tingkat seperti dek Sas. Semoga di terima ya." Kata mbak Alisa sambil menyemangatiku.

"Wah iya mbak, aku jadi tidak sabar ingin satu kampus sama mbak." Kataku menanggapi perkataan mbak Alisa dengan senyum rianngny.

"Hehe."

....

"Oh iya, pacar mbak di mana?" kataku heran.

Tiba-tiba mbak Alisa menampilkan raut muka yang begitu sedih.

"Mbak?"

Mbak Alisa menoleh padaku.

"Pacarku satu kampus denganku, ia sekarang sudah semester 6 (sedangkan mbak Alisa semester 4). Lalu barusan, pacarku mau mengajakku ketemuan di kampus."

'Lah terus tidak jadi bertemu apa gimana, yak?' pikirku aneh, padahal tadi mbak Alisa bersemangat ingin ketemuan.

"...."

"Lalu bagaimana mbak? Dia sudah ada di sana?" tanyaku penasaran sambil memandang muka mbak Alisa yang tampak begitu sedih, eh padahal tadinya ceria.

"Ya, dia ada di sana." Jawab mbak Alisa cuek.

"...."

"Ada apa mbak kok mukanya aneh begitu? Apa pacar mbak terlibat masalah ...?" tanyaku dengan bodohnya.

"Untungnya ada kamu dek, aku sengaja mengantarkanmu sampai ke rumahmu."

Ya memang ini kami berbicara di depan rumah. Sementara mbak Alisa masih duduk di atas sepeda motor. Kemudian perlahan air mata mbak Alisa menetes.

"Loh mbak ada apa!?" tanyaku terkejut, "Kalian kan mau ketemuan? Gak jadi bertemu karena salahku ya?" tanyaku dengan raut muka sedih juga. Aku takut beberapa saat yang lalu mereka tidak jadi bertemu karena salahku.

Mbak Alisa tertunduk dan menggeleng.

Air mata mbak Alisa menetes semakin banyak dan hingga suara isak tangisnya sampai terdengar ke telinga orang tuaku. Dia tiba-tiba beranjak dari sepeda motornya, kemudian memelukku.

*Nangis kejer!?

"Ada apa, nduk?" kata Ibu, "Sini di ajak masuk temannya." Kata ibu yang melihat kami berpelukan di depan rumah.

"I-iya bu." Jawabku sambil mengajak mbak Alisa masuk, "Ayo mbak mampir-"

"Enggak dek, terima kasih." Mbak Alisa melepas pelukannya, kemudian berganti menggenggam tanganku sementara tangan kirinya tengah sibuk menghapus air mata. Aku tidak bisa meninggalkan mbak Alisa di luar begitu saja.

Mbak Alisa mungkin sungkan untuk masuk, aku menunggunya hingga dia terdiam tenang.

Mbak Alisa kemudian bercerita "Tadi, ketika perjalanan pulang. Pacarku benar-benar ingin mengajak ketemuan denganku. Entah kenapa kesannya seperti memaksaku untuk bertemu secara tiba-tiba lalu, aku menanyakan alasan logis padanya. Aku sengaja memasang bedak tebal karena ia bilang takut nantinya luntur, makanya aku pikir ada apa ...."

"Ada apa ternyata mbak? Apa mbak telat menemuinya karena aku lama ...?"

"Tidak. Dia mengajakku ketemuan untuk memutuskanku." Katanya dengan mulut sedikit bergetar menunjukkan dirinya sedih.

"Eh!!?" aku agak terkejut.

"...."

Apa diputuskan itu bisa sesedih itu ya? "Mbak terima begitu saja?" tanyaku dengan polosnya.

"Iya, aku langsung memblokir kontaknya. Dia mengatakan banyak permintaan maaf padaku." Kata mbak Alisa dengan tidak relanya. Jadi waktu itu pas pulang dari kafe ... mbak Alisa yang menatapku dengan wajah datarnya tiba-tiba ... adalah ... dia yang telah diputuskan oleh pacarnya.

"...."

Akhirnya, "Alasannya kenapa mbak?" tanyaku penasaran.

"Mungkin lebih baik tidak pacaran dek, benar seperti yang kamu katakan. Dia besok akan berangkat KKN, dan seminggu yang lalu ... dia sudah berpacaran dengan seorang cewek di salah satu tim KKN nya."

Eh~? Apa kata-kataku ini ada benarnya, ya? Aku tidak yakin.

Tapi, hanya seperti itu saja, mbak Alisa diputuskan? Laki-laki memang tidak punya akhlak!!

"Sabar ya mbak, mungkin ini ujian bagi mbak untuk mencari pasangan yang lebih baik lagi." Ah~ apaan sih, sok-sok an aku bilang seperti ini.

Aku jadi khawatir jika suatu saat aku memiliki pacar satu kuliahan, padahal niatku memang cari pacar untuk pendamping hidup ... bagaimana ya jika seperti mbak Alisa? Apa itu akan menjadi momok kampus?

Sepertinya ....

Sesudah curhat mengatakan seluruh keluhannya di depan rumahku, mbak Alisa pamit.

Berkat mbak Alisa aku jadi sedikit tahu bagaimana kehidupan di perkuliahan ini.

Aku tidak sabar menantikannya.

Semoga nanti ....

….

****

Dua minggu kemudian, hari setelah tes gelombang dua berakhir.

Aku pergi ke kampus di temani ayahku untuk mengecek pengumuman seleksi, dan "Eh ...!" lagi-lagi aku ....

"Ayah," ucapku pelan mendekati ayah ... "Aku ...."

________

Apa Sas diterima di kampus swasta ini?

*To be Continued.

Extra: Pada akhirnya Sas tidak jadi menceritakan pengalamannya gagal di PTN tapi, menurutnya tidak usah diceritakan karena memalukan namun, dia ingin cerita untuk mengungkapkan curahan hatinya ('-' ).