Chereads / The Enchanter (Black Pearl) / Chapter 5 - PERPISAHAN

Chapter 5 - PERPISAHAN

Pagi menyapa dengan hangat dengan sinar yang menyilaukan mataku.

"Hmm!" lenguhan penatku memenuhi seisi kasur di sertai geliatan tubuhku.

Brak!

"Di mana Nilam Grotbear?"

Suara salah satu orang yang menerobos masuk ke dalam rumah dengan menggunakan persenjataan lengkap. Saatku mencoba mencuri pandangan ternyata dia adalah pria yang sama. Pria berambut putih berkulit pucat dengan bibir yang menyerupai vampir.

Aku terkesima dengan Nenek yang berlari menarik perhatian mereka keluar rumah dan saat bersalipan denganku di berkata "larilah ke gunung!"

Saat di rasa tenang aku melipir keluar rumah dari pintu belakang dan berlari sekuat tenaga menaiki gunung di pertengahan lereng aku melihat Nenek yang sedang di kejar-kejar oleh mereka.

Dari bisikan mereka Nenek dan aku akan di tangkap atas tuduhan kematian Duke Hokers yang berada di kediaman bangsawan di tengah kota Zavax.

Kakiku terus merangkak perlahan melihat mereka yang sendang bertarung melawan Nenek.

Sebuah kabut hitam mengitari Nenek dan kabut itu cukup tebal, serangan pasukan kapten vampir itu tidak dapat menyentuh Nenek.

Aku tersenyum dengan pongah.

"Tidak semudah itu vampir berambut panjang!"

Gumamku, seakan gumamku terdengar olehnya dia menyalang ke arahku dengan tatapan kesal.

"Oh tidak!" aku berlari sekuat tenaga sembari melihat perjuangan Nenek.

Di tengah pertempuran kapten vampir itu mengayun-ayunkan pedang dan mengeluarkan cairan merah di antar pedangnya. Membentuk sebuah jarum runcing nan keras. Terjangan jarum itu terus membanjiri selubung Nenek yang sedang melindunginya.

Karena keadaannya yang menua sihir Nenek tidak sebanding dengan mereka, hanya dalam 15 menit Nenek sudah tidak kuasa menahan serangan pasukan musuh yang menghujaninya dengan berbagai macam sihir dan akhirnya tumbang.

"Nenek!" laungku dalam sunyi.

Mataku tak kuasa menahan air mataku. Jalan menjadi kabur. Suara Nenek tak terdengar lagi seakan di lahap oleh desiran angin di sekitarku.

Segumpal bola keluar dari selubung.

"Piko? Apa yang dia lakukan?" Aku membatin.

Kemudian dia melihatku dan berusaha melarikan diri ke arahku. Prajurit wanita tiba-tiba berada di depanku. Dilihat dari kefta hijaunya dia adalah pengendali angin, jadi pantas saja dia dapat menyusulku dengan cepat.

"Gafas!" ucapnya.

Tiba-tiba angin menghempas tubuhku sehingga kakiku tidak dapat menapak lereng gunung. "Ah aku akan mati." Pikirku.

Sesaat aku memikirkan kenanganku dengan Nenek yang selama ini hidup dengan damai sampai hari kesialan ini terjadi.

Bak!

Kepalaku membentur kayu dan membuatku pandanganku samar dan kepalaku bersimbah darah.

"Kiiiii!" Laungan keras mulai terdengar dari puncak gunung tepatnya di tengah hutan yang seringku kunjungi.

Suara itu membuat jelaga sihir berpusat padanya. Teriakan itu berasal dari Jervin yang murka atas tindakan prajurit yang telah menyakitiku.

"Apa ini? kenapa aku tertarik ke puncak?" Monolog sang wanita di dekatku.

Aku memegang kakinya dan berkata, "Kau tidak akan selamat!"

Tatapan giris terukir jelas di raut wajahnya yang mulus. Dengan cepat wanita itu ingin berpindah menuruni gunung. Namun kekuatan sihir angin Druid lebih besar. Belum sempat aku berkedip Jervin sudah berada di depanku dan telah merobek perut wanita seksi tersebut.

"Heal!" Mantra penyembuh Jervin yang menyentuh pusarku.

Sang kapten putih berlari dengan kencang ke arah Jervin namun Jervin dengan tercekat langsung membawaku dan Piko ke puncak gunung.

"Sial!" rutuk pria itu sembari memotong pohon muda di sampingnya.

Butuh usaha lebih untuk menyembuhkan lukaku yang cukup dalam jelaga-jelaga sihir mengitari Jervin agar ia dapat menyembuhkanku. Usahanya tidak sia-sia, pendarahanku terhenti dan lukaku mulai tertutup namun tidak sepenuhnya.

"Syukurlah!" Peluk lega Jervin padaku.

"Nenek?" tanyaku dengan menatap sayu Jervin.

Jervin menggelengkan kepala. Air mataku bercucuran namun tubuhku yang lemas tak mampu menyeka air mataku sendiri.

Desiran angin mulai memenuhi telingaku.

Tap! Tap! Tap!

Langkah kaki seseorang mulai mendekat. Jervin pun menyadari keberadaan langkah tersebut. Piko mengerang melindungiku.

Rambut putih mulai menyembul di ujung undakan. Tangan kirinya yang mengeluarkan cakar merah bersimbah darah dan tangan kanannya menggenggam pedang yang telah membunuh Nenek.

Tubuhku bergidik. Dia melihatku dengan berang.

"Kau tidak akan lolos!" ujarnya.

Tubuhku yang di telikung oleh kesakitan tak dapat melakukan sesuatu untuk membantu mereka. Aku tidak mengetahui mengapa para prajurit kerajaan sangat getol memburu keluargaku.

"Piko, jagalah Hera. Aku akan mencoba membunuhnya!" bisik Jervin sembari mengepal tangan kayunya.

Serangan awal di mulai oleh prajurit beringas. Setelah aku perhatikan prajurit itu adalah pengendali darah. "Apa mungkin tebakanku benar tentangnya?" pikirku.

Druid adalah salah satu makhluk terkuat ke sepuluh dari sepuluh makhluk mitologi palka. Mereka dapat di temui di setiap hutan yang memiliki jelaga sihir yang kuat.

Jervin terpojok. Pengendalian tanamannya melemah karenaku. Aku merasa telah membebani dirinya dan memaksanya untuk semua ini.

"Laguera!" pekikan pria vampir itu membuatku terkesiap.

Darah berkumpul di tangan kirinya membentuk bilah pisau besar dan menusuk tepat di jantung Jervin.

"Tidaaak!" Launganku memenuhi telinga prajurit vampir tersebut.

Bus!

Dengan cepat di telah berada di depanku dengan tangan kiri yang menembus perut Piko. Mataku menyalang ketakutan, rasa pundung memenuhi pikiranku. Matanya yang merah membuat napasku tersengal-sengal.

"Ada kalimat terakhir?" tanya pria berambut putih yang siap menghujam tangannya padaku.

Hap!

Gigitan lemah Piko padanya yang berusaha melindungiku namun seketika dirinya terhempas jauh saat vampir itu mengelebatkan tangannya.

Saat melayang terhempas Piko memuntahkan sebuah bola kecil berwarna Maron dan meludahkannya padaku. Pria itu tidak memperhatikan bola kristal kecil itu hingga akhirnya mendarat masuk ke dalam tenggorokanku.

Glup!

Pahit, panas, terbakar, terus menyertai bola itu saat masuk ke dalam tubuhku.

"MATI!" teriakan prajurit itu dengan menukikkan serangan padaku.

Mataku melihat jelaga yang menghampiriku. Uluran tangan telah aku lakukan.

"Ku mohon!"

Seketika seluruh jelaga sihir yang terselubung di hadapanku dengan berbagai warna cantik berubah menjadi hitam kelam.

Kepulan jelaga membentuk sebuah duri yang sama dengan prajurit vampir itu saat dirinya menyerang Nenek di lereng gunung.

Jlep!

Hening. Tubuhnya mengeras. Tangannya mematung tepat di depan kedua bola mataku. Tubuhnya mengeras dan bara mulai keluar di antara pori-pori tubuhnya.

"Apa yang terjadi?" aku membatin.

Tak sempat memikirkan mereka berdua yang tergeletak aku tertegun dengan prajurit berambut putih yang semakin lama tubuhnya menjadi hitam seperti jelaga sihir yang aku raih.

Hancur. Tubuhnya menjadi jelaga dan menghilang.

"Apa ini? di mana tubuhnya?" ujarku yang melihat vampir itu lenyap tanpa sisa.

Aku berlari ke arah mereka berdua.

"Piko, Jervin!" aku merangkul meratapi 3 orang dekat yang aku kenal. Nenek yang selalu merawatku, Jervin yang selalu menemaniku di hutan, dan Piko yang selalu di sisiku.

Wajah mereka tak dapatku hapus dalam benak seakan mereka telah terukir jelas dalam pikiranku.

"Itu dia!" ucap salah satu prajurit yang datang membawa infanterinya menyungkung diriku.

"Hati-hati," awasnya.

Seorang kapten berbaju putih dengan kefta biru memeriksa area sekitar dan menggelengkan kepala.

"Apa yang sedang aku lakukan gadis terkutuk?!" gumamnya yang hanya terdengar olehku.

"Tangkap dia!" tanganku di tating oleh beberapa wanita penyihir dan di masukkan ke dalam gelembung penjara mereka.

"Selamat tinggal!" Ratapku sedih.

**To Be Continue**