Chereads / School of Persona / Chapter 18 - Mentoring Akbar

Chapter 18 - Mentoring Akbar

Jam tujuh pagi, seperti biasa semua sudah berkumpul di ruang makan untuk sarapan bersama. Bi Kani, alias bibi asrama sibuk menyajikan satu per satu menu ke meja, dibantu Saheera, Iqbaal, dan Noer. Belum apa-apa, manusia-manusia langganan kelaparan seperti Jerry dan Lim sudah tergoda duluan dengan aroma omelet spesial ala Bi Kani.

"Yang ngambil jatah omelet lebih dari satu Gue sihir jadi lampu flip flop." Jerry mengultimatum Lim yang biasanya suka sembarangan menukar-menukar jatah menu.

Semua orang tergelak, Jerry si penggemar Harry Potter garis keras sudah mengeluarkan ancaman sihir lawak andalannya.

"Saya curiga Jerry punya batu sihir di kamarnya, jangan-jangan selama ini dia melet seseorang di asrama," tambah Nalesha yang baru saja bergabung. Maklum, masbuk kelas satu.

"Paling Leon yang dipelet," celetuk Dhaiva.

"Astagfirullah ..." ujar mereka kompak, terlepas dari apa keyakinannya, seakan 'Astagfirullah' adalah kata universal ketika merespon sesuatu yang memerlukan 'menghela nafas berat'.

"Siapa yang suka magic disini? Jerry?" Bi Kani ikut-ikutan.

"Iya tuh Bi."

"Bohong Bi," bella Jerry sembari mengamankan omeletnya.

"Bi Kani bilang sapu lidi sering ilang kan? Nah itu diterbangin Prof Jerry Bi." Leon menambahkan.

Bi Kani hanya geleng-geleng kepala, "Kalian ini ada ada aja, yaudah deh, silakan makan ya, Bibi beberes yang lain dulu," ujarnya.

"Iyaa makasih Bi Kaniii," ujar mereka kompak.

Acara makan pagi kemudian dilanjutkan, beberapa memulai percakapan, sebagian lagi tidak, tergantung preferensi saja.

"Eh nanti malam jadi mentoring Ra?" tanya Dhaiva pada Saheera yang duduk didepannya. Saheera mengangguk sembari masih mengunyah makanannya, "Iya, nanti malam jam delapan ya, semua siap-siap, Kita pembukaan dulu, mentoring akbar lah gitu istilahnya, minggu minggu selanjutnya baru mentoring dalam grup," jawabnya sekalian saja memberikan pengumuman.

"Okeee siap," jawab mereka kompak, membuat Saheera mengangguk puas, mengacungkan jempolnya.

"Mentornya siapa Ra? Bang Rasyid lagi?" tanya Abidin dengan mata sedikit berbinar.

Saheera kembali mengangguk, "Iya, sama Kak Nadia. Mentoringnya kali ini dipisah perempuan sama laki-laki, gak barengan kayak dulu," ujarnya.

"Yaaaaahhhh," keluh Dhaiva, Abidin, dan deretan muslimah itu. Yang lain hanya geleng-geleng kepala, paham kenapa mereka mengeluh. Apa lagi kalau bukan karena tidak bisa melihat Rasyid yang katanya tampan dan menyejukkan hati.

Astaga.

"Mau pengajian apa mau flirting deh nih orang-orang padaan," sindir Noer.

"Kan cuci mata Noer, sumpek di asrama pemandangannya Prof Jerry sama Bang Iqbaal doang."

"Oh berarti Gue termasuk ganteng gitu ya Va? Aduh hatur nuhun euy, pujian tak terduga." Iqbaal dengan percaya diri level dewanya.

"Pede Lu." Lim buka suara, langsung membuat orang orang tertawa. Tajam sekali lidahnya itu, Iqbaal sampai mencelos dramatis.

Saheera sang koordinator acara mentoring akhirnya buka suara, "Jadi gitu ya, mentoring akbarnya di pisah, dan gak ada crossing over antar gender mentor dan mentee. Perempuan sama perempuan, laki-laki sama laki-laki. Oke?"

"Iyaaa deeehh,"ujar mereka akhirnya.

Jerry dan Leon tiba-tiba mengangka tangan kompak, tentu saja langsung di roasting, apalagi Jerry yang mengerlingkan sebelah matanya sebagai kode ingin bicara duluan. Leon hanya mengangkat sebelah bibirnya mencibir.

"Iya kenapa Prof Jerry? Ada yang bisa dibantu?" tanya Saheera, sok menirukan gaya bicara customer service bank syariah Islam. Nalesha di beberapa kursi depannya tersenyum tipis setengah mencibir, bisa juga Saheera bertingkah seperti itu, batinnya.

"Itu, yang non jadwalnya kapan? Kata Kamu dipisah kan jadwalnya? Atau mau digabung sama yang Muslim?" tanyanya yang langsung direspon negatif se ruangan. Inilah Jerry dan tingkah absurdnya yang mengundang Nalesha mengatakan bahwa Ia adalah seorang atheis.

"Jer, Lo tobat deh Jer, dicari Tuhan Lo tuh," celetuk Manty yang mengundang tawa.

"Emang Prof Jerry mau ikut kajian nanti malem? Boleh aja," ujar Saheera santai, langsung mendapat lirikan dari sebagian besar pengisi meja makan.

Jerry mengangguk-ngangguk, "Nice thought, Saheera, this is to open my mind, religion comparison, that's interesting subject, wasn't it?" tanyanya pada forum yang sebagian besar hanya mengangkat bahunya tak punya jawaban.

"Yeah, that was interesting." Nalesha buka suara, jarang jarang pria itu mendukung opini Jerry, "Dengan catatan, Kita sudah punya keyakinan kuat akan satu keyakinan yang Kita anut dan janji setia pada keyakinan itu," lanjutnya. Oh, disclaimer.

Saheera mengangguk setuju, "True, dan kekuatan atas keyakinan itu hanya bisa diukur oleh Prof Jerry sendiri, bukan Aku, atau siapapun dari Kita," tambahnya.

"Tapi Jerry keliatan agnostik nyaris atheis sih, makanya Kita curiga," sindir Manty. Hm, dua orang ini, tidak benar musuhan, tapi seolah saling kemusuhan.

Iqbaal yang sedari tadi diam saja akhirnya selesai makan, memutuskan untuk menyampaikan opini, "Begini temen-temen, ini agak sensitif ya sebenarnya, Gue gak mau ada persinggungan apapun ke depan, baik itu ... antar keyakinan, atau saling judge keyakinan dan kadar keimanan," ujarnya, seperti mukadimah pidato kepresidenan.

Selalu kharismatik Iqbaal berbicara, mudah sekali membuat rekan-rekannya diam menyimak. Karena ekspektasi dari setiap kalimatnya selalu berbobot dan menjadi jalan tengah.

"Program yang dirancang Saheera itu rata untuk setiap Kita dengan berbagai macam keyakinan disini. Gue gak mau mendengar konspirasi kalau ... ada yang mencoba mendominasi atau menjalankan semacam misi misionaris dari rangkaian mentoring ini."

"Kalau kalian mau join ke kajian agama lain silakan aja, asalkan seperti kata Nalesha tadi, perkuat dulu pondasi kalian, jangan menggoyahkan diri sendiri."

"We consider about hidayah, but don't make you regret your decision yourself made, okay?" finalnya yang diangguki seluruh orang disana, termasuk Jerry dan Manty yang secara implisit menjadi spotlight.

Leon yang merasa masih memiliki opini belum tersampaikan kembali mengangkat tangan, "Mau nanya guys," ujarnya.

"Kenapa Yon?" tanya Nalesha.

"Hmm saran aja sih sebenarnya, mungkin ... apa ya?" Leon bingung sendiri bagaimana menyusun kalimatnya, "Mungkin ... hype di mentoring ini disamakan gitu. Ngerti gak sih?"

Kebanyakan mereka menggeleng, tak paham, termasuk Saheera si perancang program.

"Jadi berdasarkan pengamatan Gue di tahun sebelumnya, Gue merasa tingkat dukungan satu sama lain untuk mentoring keagamaan lima agama berbeda ini berbeda gitu, Ra, Lesh, Bal," ujarnya, berbicara spesifik pada tiga pentolan asrama itu. "Okay, as disclaimer, I'm not speaking as a jealousy or whatsoever, tapi ... ya you know what I mean, the hype is different between event for Muslim to Budhist, or Christiant."

Akhirnya satu forum paham apa maksud Leon.

"Okay Leon, I got what you mean. Aku usahakan untuk program mentoring Kita saling mengingatkan dan menyemangati secara ... adil? Oh ya satu lagi yang kayaknya belum Aku sampaikan," ujarnya sembari menegakkan duduk, berbicara lebih serius.

"Yang berbeda dari kegiatan mentoring keagamaan tahun ini, sekaligus untuk merapatkan toleransi di asrama, akan ada subpanitia, disamping Divisi Religion and Ethical sendiri."

Semua orang tampak antusias, kecuali Nalesha yang hanya tersenyum tipis karena sudah diceritakan paling awal oleh Saheera.

"Jadi misalkan ini jadwal mentoring buat yang Kristiani, nah nanti Kita yang Muslim, yang gak ada jadwal mentoring, akan siapkan keperluannya, di schedule, dan schedule nya udah ada. Itu salah satu bentuk usaha Kita memelihara equality untuk masalah keyakinan."

"Aku harap itu bisa Kita jalankan dengan senang dan ringan hati bersama-sama ya, temen temen."